Ilmu Sosial Dasar Konsep ke 10 - AGAMA DAN MASYARAKAT -




ILMU SOSIAL DASAR KELOMPOK 10

KONSEP KE 10

AGAMA


           






Disusun Oleh :

Shabrina Jamilah 16118620
1KA13
Sistem Informasi
Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi

Universitas Gunadarma
Jakarta 2018




A. Pengertian Agama

   Agama dapat dilihat dari sudut kebahasaan (etimologi) dan sudut istilah (terminologi). Pengertian Agama dari sudut kebahasaan akan sangat mudah diartikan daripada pengertian dari sudut istilah, karena pengertian dari sudut istilah ini sudah mengandung muatan subyektivitas dari orang yang mengartikannya. Atas dasar ini, maka tidak mengherankan jika muncul beberapa ahli yang tidak tertarik mendefenisikan Agama. James H. Leuba misalnya, berusaha mengumpulkan beberapa defenisi yang pernah dibuat orang tentang Agama, tidak kurang dari 48 teori. Namun akhirnya ia berkesimpulan, bahwa usaha untuk mendefenisikan Agama itu tidak ada gunanya, karena hanya merupakan kepandaian dersilat lidah. Mukti Ali berpandapat, tidak ada penertian yang lebih mudah dari pengertian Agama, pernyataan ini didasarkan atas tiga alasan. Pertama, bahwa Agama adalah masalah batin, subyektif dan sangat individual sifatnya. Kedua, belum ada orang yang sangat terlalu bersemangat dan emosional daripada orang yang membicarakan Agama. Setiap pengertian atas Agama selalu ada emosi yang melekat erat sehingga kata Agama itu sangat susah untuk didefenisikan. Ketiga, konsep tentang Agama dipengaruhi oleh tujuan dari orang yang memberi defenisi tersebut.


B. FUNGSI AGAMA

1. Fungsi edukatif

   Agama menyampaikan ajarannya dengan perantaraan petugas-petugasnya baik di dalam upacara keagamaan, khotbah, renungan, pendalaman rohani maupun diluar peryaan liturgis. Untuk melaksanaan tugas itu ditunjuk sejumlah fungsionaris seprti : syaman, dukun, kyai, pendeta, pedanda, imam, nabi.
Tugas bimbingan yang diberikan petugas-petugas agama juga di benarkan dan diterima berdasarkan pertimbangan yang sama. Diantara nilai yang diresapkan pada anak didik ialah : makna dan tujuan hidup, hati nurani dan rasa tanggung jawab, Tuhan, hidup, kekal, ganjaran atau hukuman yang setimpal atas perbuatan baik dan jahat.

2. Fungsi penyelamatan
   Agama mengajarkan dan memberikan jaminan dangan cara-cara yang khas untuk mencapai kebahagiaan yang “terakhir”, yang pencapaiannya mengatasi kemaampuan secara mutlak, karna kebahagiaan itu berada di luar batas kekuatan manusia.

3. Fungsi pengawasan sosial
   Agama ikut bertanggung jawab atas adanya norma susila yang baik yang diberlakukan manusia umumnya. Maka agama menyeleksi kaidah susila yang ada dan menngukuhkan yang baik dan menolak kaidah yang buruk.


   Dari sudut pandang teori fungsional, agama menjadi penting sehubungan dengan unsur-unsur pengalaman manusia yang diperoleh dari ketidakpastian, ketidakberdayaan, dan kelangkaan yang memeang merupakan karakteristik fundamental kondisi manusia. Dalam hal ini fungsi agama ialah menyediakan dua hal. Yang pertama, suatu cakrawala pandang tentang dunia luar yang tak terjangkau oleh manusia (beyond), dalam arti dimana deprivasi dan frustasi dapat dialami sebagai sesuatu yang mempunyai makna. Yang kedua adalah sarana ritual yang memungkinkan hubungan manusia dengan hal di luar jangkauannya yang memberikan jaminan dan keselamatan bagi manusia untuk mempertahankan moralnya. Teori fungsional menyediakan suatu jalan masuk yang bermanfaat untuk memahami agama sebagai fenomena sosial yang universal. Agama memberi kebudayaan sebagai tepat berpijak yang berada diluar pembuktian empiris atau tidak terbukti, atas dasar mana yang tertinggi yang dipostulatkan. Makna yang tinggi ini memberikan tolakan dasar bagi tujuan dan aspirasi manusia yang karea itu membangkitkan sikap kagum yang memungkinkan kesesuaian yang sinambung dan efektif dengan nilai dan tujuan kebudayaan itu sndiri. Agama memberikan sumbangan pada sistem sosial dalam arti pada titik kritis pada saat manusia menghadapi ketidakpastian dan ketidakberdayaan, agama menawarkan jawaban terhadap masalah makna. Agama menyediakan sarana untuk menyesuaikan diri degan frustasi karena kecewa, apakah itu berasal dari kondisi manusia ataupun dari susunan kelembagaan masyarakat. Fungsi agama bagi kepribadian manusia ialah menyediakan dasar pokok yang menjamin usaha dan kehidupan yang menyeluruh, dan menawarkan jalan keluar bagi kebutuhan dan rasa haru serta penawar bagi emosi manusia.


· Dimensi Komitmen Agama

menurut Roland Robertson (1984), diklasifikasikan berupa keyakinan, praktek, pengalaman, pengetahuan, dan konsekuensi.

  1. Dimensi keyakinan mengandung perkiraan atau harapan bahwa orang yang religius akan menganut pandangan teologis tertentu, bahwa ia akan mengikuti kebenaran ajaran-ajaran agama.
  2. Dimensi praktek agama mencakup perbuatan-perbuatan memuja dan berbakti, yaitu perbuatan untuk melaksanakan komitmen agama secara nyata.
  3. Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta, bahwa semua agama mempunyai perkiraan tertentu, yaitu orang yang benar-benar religius pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan yang langsung dan subjektif tentang realitas tertinggi, mampu berhubungan, meskipun singkat dengan suatu perantara yang supernatural.
  4. Dimensi pengetahuan dikaitkan dengan perkiraan, bahwa orang-orang yang bersikap religius akan memiliki informasi tentang ajaran-ajaran pokok keyakinan dan upacara keagamaan, kitab suci, dan tradisi-tradisi keagamaan mereka.
  5. Dimensi konsekuensi dari komitmen religius berbeda dengan keempat dimensi lainnya. Terkandung makna ajaran “kerja” dalam pengertian teologis.



Kaitan Agama Dengan Masyarakat

mencerminkan tiga tipe, meskipun tidak menggambarkan sebenarnya secra utuh (Elizabeth K. Nottingham, 1954)

  1. Masyarakat yang terbelakang dan nilai-nilai sakral.
  2. Masyarakat-masyarakat praindustri yang sedang berkembang.
  3. Masyarakat-masyarakat Industri Sekular



C. Pelembagaan Agama

     Dalam masyarakat yang sudah mapan, agama merupakan salah satu struktur institusional penting yang melengkapi seluruh sistem sosial. Perbandingan lembaga/aktifitas keagamaan dengan lembaga/aktifitas sosial lain menunjukan bahwa agama dalam pautannya berhubungan dengan masalah yang tidak diraba (the beyond) merupakan sesuatu yang tidak penting, sesuatu yang sepele dibandingkan bagi masalah pokok manusia. Namun kenyataannya lembaga keagamaan adalah menyangkut masalah aspek kehidupan manusia, mencakup aspek penting dan menonjol bagi manusia. Bahkan sejarah menunjukkan bahwa lembaga-lembaga keagamaan merupakan bentuk asosiasi manusia yang paling mungkin untuk terus bertahan.

    Lembaga agama menurut Emile Durkheim adalah suatu sistem yang didalamnya terdapat praktek  yang berhubungan dengan agama, kepercayaan dan hal-hal suci yang berguna untuk mempersatukan umat.

Tujuan lembaga agama adalah untuk meningkatkan kualitas hidup beragama setiap umat.

Macam-Macam Lembaga Agama di Indonesia

1) Islam = Majelis Ulama Indonesia (MUI)

2) Kristen = Persekutuan Gereja-Gereje Indonesia (PGI)

3) Katolik = Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI)

4) Hindu = Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI)

5) Buddha = Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI)

6) Khonghucu = Majelis Tinggi Khonghucu Indonesia (MATAKIN)


D. Konflik Dalam Agama Dan Masyarakat

   Agama menjadi salah satu faktor penyebab terjadi nya disintegrasi. Marx mengatakan bahwa analisis konflik menggarisbawahi peran agama dalam menciptakan ketidaksetaraan dalam masyarakat. Namun, sesuai dengan ketentuan hak asasi, agama adalah sebuah kebebasan bagi pemeluknya untuk menentukan keyakinan dan kepercayaannya. Berbicara mengenai HAM, berarti membicarakan hal yang terkait dengan kebutuhan biologis (sandang, papan, pangan) dan juga terpenuhinya kebutuhan mental spiritual (rohani), yaitu kepercayaan atau agama.

   Selain itu bisa kita lihat contoh pada beberapa kasus lain seperti pentingnya agama dalam menentukan siapa berhak memilih siapa dalam jabatan publik, yang mana hal ini mengakibatkan ketegangan antar kelompok keagamaan. Seperti yang terjadi di Kabupaten Pasaman Barat (Pasbar), Sumatera Barat, puluhan aktivis organisasi Islam menolak rencana pengangkatan Viktor, S.H sebagai ketua Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Pasaman Barat, disebabkan perbedaan agama. Menurut mereka, di negeri Minangkabau yang mayoritas berpenduduk muslim tidak sepatutnya memiliki seorang pemimpin yang beragama Kristen. Contoh lain adalah kasus Rudolf M. Pardede, mantan Gubernur Sumatera Utara, yang sempat menyerukan masyarakat untuk memilih calon gubernur yang seiman (Kristen).

   Politisasi agama di dalam Pemilu juga menjadi salah satu faktor timbulnya konflik. Banyak kaum elite yang menggunakan agama untuk mendukung kepentingan mereka, atau dengan agama pemerintah dapat menentukan kebijakan. Akan tetapi penggunaan dasar agama ini tentu hanya berdasar pada satu agama tertentu saja (mayoritas) yang dapat menimbulkan kecemburuan sosial. Contohnya MUI di empat propinsi di Kalimantan merekomendasikan bahwa Golput adalah tindakan yang dilarang agama. Meskipun kekritisan umat dan pemimpin agama cukup tinggi dalam hal politisasi agama, namun usaha-usaha ke arah politisasi agama masih terus terjadi.

   Kesimpulan mengenai masalah yang terjadi antara agama-agama di Indonesia (dalam sudut pandang teori konflik), antara lain sebagai berikut:

1.) Di Indonesia masih banyak terjadi konflik yang disebabkan oleh agama itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh kurangnya toleransi antar umat beragama karena masih merasa agama yang mereka anut adalah yang paling benar.

2.) Masih terdapatnya kelompok agama yang dominan di beberapa daerah di Indonesia yang dapat menyebabkan timbulnya suatu keadaan yang memarginalkan kelompok lain.

3.) Banyak aturan-aturan baru dari suatu agama yang membuat rumit agama itu sendiri sehingga menimbulkan pertentangan dengan norma-norma yang ada, yang mengakibatkan konflik.

4.) Penyebab utama terjadinya konflik agama adalah disebabkan oleh pengaruh kelompok agama itu sendiri yang sangat dominan di masyarakat. Selain itu agama juga menjadi alat bagi kaum elite tertentu untuk mempertahankan kekuasaannya.

   Hubungan antar agama ini adalah kembali kepada diri individu masing-masing. Karena umat antar agama seharusnya memiliki keterbukaan dalam menanggapi dan melihat perbedaan yang ada di antara mereka. Selain itu, sangat diharapkan kebijakan dari pemerintah untuk mengambil langkah dalam menyelesaikan malasah konflik yang terjadi antar agama-agama di Indonesia. Seyogyanya pemerintah mengambil langkah untuk menanamkan makna pluralisme, multikultural, dan masyarakat yang majemuk kepada masyarakat melalui sistem pendidikan nasional dan dimulai dari usia dini.







Daftar pustaka


DR. H. Abuddin Nata. 1998 metodologi studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada)

Muhamad Fajar Pramono. 2017. Sosiologi Agama Dalam Konteks Indonesia . Jawa Timur : Unida Gontor Press

https://www.sepengetahuan.co.id/2017/07/pengertian-lembaga-agama-fungsi-tujuan-macam-macam-lembaga-agama-terlengkap.html


Drs. D. Hendropuspito O.C, 1983. Sosiologi Agama. Yogyakarta : Kanisiu



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup mereka, tanggung jawabku juga

Perputaran Cinta Mahluk